Okesip. Jadi nenek moyang kita selain pelaut, juga penggosip.
"Eh, ini rahasia ya, jangan bilang siapa-siapa!" "Eh, tau nggak siiih...."
Dua kalimat di atas jelas banget kalimat pengawal gosip. Ketika mendengar ada orang yang bilang begitu, otomatis ada rasaexcited muncul.
Kalau boleh menilai diri sendiri, saya bukan penggosip kronis sih, yaa, suka sih judi poker ngomongin orang, tapi ya nggak segitunya. Manusiawi kan ya? *nyari dukungan* :D
Cuma karena satu dan lain hal, saya memutuskan untuk tidak bergosip, sama sekali. Saya bertekad, kalau mendengar orang bilang kalimat yang kayaknya semacam kalimat pengawal gosip, saya bakal langsung memotong 'Nggak! Gue nggak mau denger!'
Dan ternyata itu bukan perkara mudah. Ada kalanya saya penasaran sehingga saya pun me'lembek'an tekad saya, saya membuka telinga untuk gosip tersebut dengan pembenaran 'Nggak apa-apa lah, jadi pendengar aja, tanggepin aja dengan anggukan, tapi ntar nggak usah dikembangin apa lagi disebar.'
Duh. Agak malu sih mengakuinya, setelah mendengar hal buruk tentang orang lain, kok saya merasa senang ya? Hih. Nggak beres ini!
Ini bikin saya penasaran berat. Kenapa sih orang-orang suka bergosip? Dengan level dan keaktifan yang berbeda-beda tentunya ya, ada yang levelnya tingkat tinggi, sampai menganggap gosip adalah oksigen dan bangga menjadi penggosip, ada pula yang pasif, tapi tetap oke kalau mendengar gosip.
Kenapa juga ada perasaan 'senang' seusai bergosip?
Akhirnya saya bertanya kepada banyak orang, random.
Sebelumnya saya pernah berhipotesa, kita bergosip karena kita kurang sibuk. Makanya setiap ada yang mau ngomongin orang lain, saya selalu menuduh diri saya kurang sibuk; lalu saya pun mulai melakukan banyak hal. Ya supaya nggak ada waktu untuk dengar selentingan ini dan itu.
TAPI hipotesa ini langsung patah begitu saya bertanya pada seseorang yang sibuk banget --- walaupun penggosip pasif, tapi ia tetap excited mendengar gosip. Bahkan dia mengakui bahwa ngomongin atau mendengar selentingan buruk tentang orang lain itu feels good.
Saya pun googling.
Dan menemukan bahwa bergosip itu manusiawi dan telah dilakukan sejak zaman dulu, sejak dimulainya kebudayaan manusia.
Setiap mahluk hidup punya insting bertahan hidup untuk banyak aspek kehidupan dengan berbagai cara. Tumbuhan bisa dengan dengan menutup daun-daunnya, hewan dengan menyamar agar berwarna sama dengan lingkungan (seperti bunglon), nah manusia? Mungin salah satunya adalah mencari tahu tentang orang-orang yang ada di sekitarnya, ya supaya jelas, siapa kawan, siapa lawan, siapa pemimpin, siapa yang kastanya rendah dan lain-lainnya. Dengan mengetahui itu tentu saja manusia bisa menyesuaikan perilaku, seperti untuk si A, dia akan berhati-hati karena terdengar bahwa si A ini orangnya nganu, untuk si B, dia akan bersikappatuh karena si B pemimpin dan seterusnya.
Okesip. Jadi nenek moyang kita selain pelaut, juga penggosip.
Nah, yang bikin penasaran, kenapa ada rasa senang ketika kita bergosip?
Bahwa manusia adalah mahluk sosial. Kita nggak bisa hidup tanpa orang lain; tapi tentu aja orang lain yang punya kesamaan nilai serta sudut pandang. Nah, bergosip juga bisa sebagai ajang untuk mengetahui kesamaan nilai serta sudut pandang antar satu sama lain. Bukankah menyenangkan menemukan orang yang punya pendapat yang sama dengan kita?
Dari kesamaan nilai, kemudian berkembang : bergosip bisa mengeratkan hubungan sosial satu sama lain, membuat seseorang (semakin) merasa menjadi bagian dari satu kelompok sosial tertentu. Eh menurut penelitian, gosip yang semakin mengeratkan hubungan sosial justru gosip yang negatif!
Dipikir-pikir iya juga ya, orang bakal lebih excited dengar 'Eh tau nggak sih? Si selebtwit yang itu ternyata followers banyak itu beli, lho!', pasti akan terdengar tanggapan 'Ah masa sih? Eh tapi iya sih, lalalalalala'. Coba bandingkan dengan gosip 'Eh si selebtwit ini keren deh, baik banget sama suaminya, hubungan keluarganya harmonis', pasti tanggapannya sekedar 'Oh gitu?'
Kenapa contohnya selebtwit? Pengen aja :))
Oooh, no wonder, ada geng-geng gosip yang kayaknya solid banget. Dan ada satu kasus nih yang saya alami, sejak saya memutuskan untuk meminimalisir tindakan gosip, ada beberapa orang yang tadinya dekat kemudian menjauh. Ya nggak jadi musuhan sih, tapi jadi jaga jarak. Saya jaga jarak dengan mereka, begitu pun sebaliknya. Ya iyalah, soalnya kami nggak merasa memiliki nilai yang sama.
Lalu, gosip membuat kita merasa lebih baik dari orang yang digosipkan. Kan ada waktu-waktu kita merasa 'hidup gue kok gini-gini amat ya?' atau ada juga saat-saat kita berpikir 'Apa yang saya lakukan udah baik atau belum?', dengan mendengar gosip negatif tentang orang lain, kita mendapat kepastian bahwa kita memang baik/lebih baik.
Lalu ada lagi nih; menjadi orang pertama yang mengetahui satu kabar akan membuat kita menjadi sosok yang dianggap palingup to date, kita dihargai serta menjadi pusat perhatian. Apalagi kalau sering, kita bakal jadi orang yang 'dipercaya' (sebagai sumber informasi). Bukankah menyenangkan ketika orang lain menjadikan kita sebagai sumber informasi? :P
Kemudian, gosip adalah alat untuk mereduksi power yang dimiliki seseorang. Semua orang pengin punya power, sehingga bisa mengendalikan orang lain. Entah itu di urusan ekonomi, jabatan, prestasi dan lain-lain. Untuk naik status sehingga memiliki power tertentu ada dua cara, yang pertama ya bersusah payah mendaki dengan pembuktian-pembuktian diri, yang kedua adalah dengan cara mereduksi power yang dimiliki oleh orang-orang dengan level lebih tinggi, sehingga senjangnya tidak terlalu jauh. Misal, seseorang memiliki 'power' karena prestasi cemerlangnya di bidang seni diakui masyarakat luas, cara mereduksinya adalah dengan menggosip 'Oh si seleb nganu kan terkenal karena nidurin produser anu-anu.'. Ya pasti serta-merta rasa simpati orang banyak akan berkurang terhadap si seleb nganu.
Itu sebagian yang bisa saya kumpulkan kenapa kita merasa senang ketika mendengar gosip, mungkin ada lagi, dan ada yang bisa nambahin. Monggo. :D
Tapi ya, yang namanya gosip (negatif) pasti buruk lah ya; bahwa kata-kata itu termasuk kekerasan verbal dan kekerasan verbal itu lebih sadis daripada kekerasan fisik. Kalau fisik sih paling babak-belur, kalau kekerasan verbal bisa melukai mental. Ada berapa kasus remaja-remaja bunuh diri karena gosip (dan cyber bullying) di internet? Coba googling. Banyak.
Gosip bisa menghilangkan rasa percaya satu sama lain dalam sebuah lingkungan sosial, menyebabkan ketegangan dan ini berujung pada perpecahan. Ya apa enaknya sih berada dalam lingkungan sosial yang nggak harmonis? Dengan bergosip pun kita bisa kehilangan teman.
Gosip itu membuang waktu produktif. Ya tau dong, kalau sudah bergosip rasanya nggak bisa berhenti, lupa waktu!
Dan oops, ternyata kebiasaan gossip itu merefleksikan kadar self confidence dan self esteem kita! Semakin sering kita bergosip, maka semakin rendah level percaya diri dan harga diri kita. Iya, dengan bergosip (negatif), memang secara psikologis kita merasa lebih baik dari orang lain; ya masa untuk merasa lebih baik --- alih-alih mengandalkan apa yang kita punya --- kita malah merendahkan orang lain?
Pada akhirnya, saya percaya bahwa yang namanya mulut itu adalah bagian tubuh kita yang kecil, tapi memiliki power, untuk merusak atau membangun orang. Mau yang mana? Ya itu pilihan.
Lagi pula, kalau kita bergosip dengan seseorang, nggak ngeri di luar sana orang yang kita ajak bergosip itu ternyata ngegosipin kita?
Add your comment Hide comment